Penelitian Mengungkapkan Masyarakat Negara Berkembang Lebih Optimis Menyambut Teknologi AI
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intelligence) telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dari perangkat lunak yang mampu melakukan tugas-tugas sederhana hingga mesin canggih yang dapat meniru kemampuan manusia.
Bersamaan dengan maraknya teknologi AI, sebuah studi dari KPMG menyatakan bahwa orang-orang di Brasil, India, China, dan Afrika Selatan lebih optimis dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence) atau AI.
Bagaimana dengan hasil penelitian tersebut?
Survei Ini Ajak 17 Ribu Partisipan
Dilansir dari Decrypt (4/4/23), Brasil, India, Cina, dan Afrika Selatan adalah negara-negara di mana lebih dari separuh penduduknya menyatakan kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap teknologi kecerdasan buatan (AI), menurut studi yang dilakukan oleh firma akuntansi global, KPMG.
Penelitian yang berkolaborasi dengan University of Queensland di Australia ini melibatkan survei terhadap lebih dari 17.000 orang dari 17 negara, termasuk blok BRICS. Tanggapan dari penelitian ini juga dikumpulkan dari Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan berbagai negara Eropa, Nordik, dan Asia.
Kemudian, survei ini mencakup pertanyaan yang berkaitan dengan penggunaan dan penerimaan AI di berbagai bidang profesional, seperti kedokteran, keuangan, sumber daya manusia, serta dalam beberapa kegiatan sehari-hari.
Baca juga: 5 Crypto AI Terbaik di Bulan Maret 2023, Nomor 1 Bertengger Sejak Bulan Lalu
Block BRICS Optimis terhadap AI
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, negara dengan kepercayaan tertinggi terhadap AI adalah India, dengan tingkat penerimaan keseluruhan sebesar 75%. Selain itu, penelitian ini mengungkapkan bahwa negara-negara berkembang, khususnya blok BRICS (Brasil, India, China, dan Afriks Selatan), juga memiliki keterlibatan tertinggi dengan AI.
Menurut laporan, China adalah negara dengan jumlah orang yang menggunakan AI terbanyak di tempat kerja, dengan hasil 75%, dan diikuti oleh India dengan 66%, serta Brasil dengan 50%.
Di sisi lain, studi tersebut mengatakan bahwa warga negara maju tampak lebih skeptis dibandingkan dengan negara berkembang. Hal ini terbukti dari Jepang dan Finlandia yang berada di urutan terbawah, dengan 23% kepercayaan terhadap sistem AI. Selain itu, 40% orang Amerika melaporkan bahwa mereka percaya pada kecerdasan buatan, tetapi hanya 24% orang yang bersedia menggunakannya.
Meledaknya Kepopularitasan Kecerdasan Buatan (AI)
Tidak bisa dipungkiri bahwa kecerdasan buatan atau AI telah menjadi obsesi teknologi global dalam beberapa bulan terakhir. Berdasarkan Google Trend, topik AI telah mencapai titik tertinggi sepanjang masa dalam pencarian Google, didorong oleh kemajuan yang signifikan dalam bidang-bidang utama seperti pembuatan teks-ke-gambar, model pembelajaran bahasa tingkat lanjut, dan platform yang memungkinkan untuk menggunakan teknologi semacam itu dalam situasi kehidupan sehari-hari, seperti ChatGPT, Midjourney, Bing, dan Lensa.
Mengenai survei baru ini, sentimen masyarakat terhadap AI dapat dilihat dari 82% dari semua responden mengaku memiliki pengetahuan tentang AI.
Lebih lanjut, negara dengan orang yang paling banyak sadar akan teknologi ini adalah Korea Selatan (98%), diikuti oleh Tiongkok (96%), Finlandia (95%), dan Singapura (94%). Sementara itu, Belanda menjadi negara dengan jumlah orang yang paling sedikit yang pernah mendengar tentang teknologi ini (58%).
Meski begitu, seperti halnya dengan teknologi apapun yang mengalami adopsi yang cepat, risiko juga turut hadir dalam pembicaraan sehari-hari. Menurut survei, sektor profesional yang paling tidak percaya terhadap adopsi teknologi AI adalah sumber daya manusia, dengan tingkat kepercayaan 36%.
Baca juga: Aset Crypto AI Terus Melonjak, Nilai Market Capai $4 Miliar!
Bagaimana Respon Orang-Orang Terhadap AI?
Secara umum, 67% dari keseluruhan populasi merasa optimis dengan potensi kecerdasan buatan (AI), sementara hanya 24% yang mengatakan bahwa mereka “marah” dengan jenis teknologi ini.
Berdasarkan penelitian KPMG, penerimaan dan kepercayaan terhadap AI, tidak hanya dalam konteks profesional tetapi juga secara umum, membuka dunia yang penuh dengan berbagai kemungkinan dan peluang yang dapat mengubah cara hidup dan bekerja.
Namun, studi KPMG ini juga berfungsi sebagai pengingat bahwa pengguna harus mempertimbangkan risiko dan kekhawatiran terkait dengan kecerdasan buatan (AI), seperti halnya dengan teknologi lain yang sedang berkembang.
Terlepas dari penelitian ini, faktanya teknologi AI memang sedang naik daun. Semenjak perilisan chat bot populer, ChatGPT, pada akhir tahun lalu, beberapa perusahaan sosial media berbondong-bodong merencanakan integrasi teknologi AI ke dalamnya. Salah satu contohnya adalah SnapChat yang diketahui telah merilis platform AI pada bulan Maret lalu.
Tidak hanya itu, dalam industri crypto, teknologi AI pun kian mendapatkan popularitasnya. Hal ini bisa dibuktikan melalui nilai pasar crypto yang berfokus pada AI kian meningkat. Penasaran dengan nilai pasar crypto AI terbaru? Ketahui jawabannya di AI Makin Populer, Nilai Pasar Crypto AI Capai Rp61 Triliun!
Referensi:
- Decrypt. People in Emerging Countries More Likely to Trust AI, Study Reveals. Diakses tanggal: 5 April 2023
- Devex. How artificial intelligence can (eventually) benefit poorer countries. Diakses tanggal: 5 April 2023
- The World Economic Forum. Here’s what the age of AI means for the world, according to Bill Gates. Diakses tanggal: 5 April 2023