5 Negara Ini Pimpin Adopsi Blockchain. Bagaimana Dengan Indonesia?
Hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh Fortune Business Insights baru saja mengungkapkan bahwa jumlah pasar ritel blockchain global akan meroket menjadi lebih dari $2 miliar atau sekitar Rp30 triliun pada tahun 2028.
Terlepas dari penelitian tersebut, sejak ditemukannya blockchain pada 2008 lalu, beberapa negara terlihat getol mengadopsi blockchain melalui solusi inovatif serta peraturan yang mendukung.
Menurut Cointelegraph (9/3/23), karena teknologi blockchain memiliki beberapa manfaat, kini banyak negara mulai berinvestasi dalam mengembangkan dan menggunakan blockchain untuk mengatasi berbagai masalah sosial dan ekonomi.
Penasaran negara mana saja yang memimpin adopsi blockchain? Ini dia daftar 5 negara yang getol mengadopsi teknologi blockchain, menurut Cointelegraph.
El Salvador
Menurut laporan, El Salvador merupakan negara yang bisa dikategorikan sebagai pelopor global dalam mengadopsi teknologi blockchain setelah menjadi negara pertama yang mengakui Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah.
Pada bulan Juni 2021 lalu, pemerintah El Salvador telah menetapkan undang-undang yang mengakui Bitcoin sebagai metode pembayaran yang sah untuk barang dan jasa di samping dolar Amerika Serikat, yang merupakan mata uang resmi negara tersebut. Melalui upaya ini, pemerintah El Salvador bertujuan untuk memprioritaskan inklusi keuangan di negara tersebut, di mana 70% orang dewasa tidak memiliki rekening bank.
Lebih lanjut, undang-undang penerimaan Bitcoin sebagai metode pembayaran ini membuat El Salvador menjadi destinasi yang diinginkan oleh para investor internasional, yang mana menjadi sebuah keuntungan seperti yang disebutkan oleh presiden negara tersebut, Nayib Bukele.
Baca juga: Presiden El Salvador Akui Bitcoin Tingkatkan Pemasukkan Pariwisata Hingga 95%!
Untuk mendorong adopsi Bitcoin secara luas, pemerintah El Salvador menerapkan beberapa tindakan, yakni menyediakan dana perwalian senilai $150 juta di bank pembangunan negara, Banco de Desarrollo de El Salvador. Dana ini dibuat untuk memungkinkan konversi otomatis Bitcoin ke dolar AS, guna memfasilitasi pertukaran yang mudah antara kedua mata uang tersebut bagi warga El Salvador.
Lalu, ketika pasar crypto mengalami gejolak di tahun 2022, Bukele nampaknya tidak menunjukkan kekhawatiran, dan malah berjanji untuk melakukan pembelian rata-rata satu BTC per hari dengan biaya $1 untuk mengonfirmasi dukungan penuh dan berkelanjutan untuk aset digital.
Pada bulan Januari 2023, El Salvador dilaporkan telah memberlakukan Undang-Undang Penerbitan Aset Digital, yang menetapkan parameter untuk “Volcano Bond”, obligasi yang didukung oleh Bitcoin.
Portugal
Selain El Salvador, Portugal juga telah secara proaktif menciptakan lingkungan yang menguntungkan untuk startup blockchain dan mata uang crypto.
Portugal aktif menggunakan blockchain dalam layanan publik, perawatan kesehatan, dan rantai pasokan. Pada 2019 lalu, pemerintah negara tersebut memperkenalkan Platform Blockchain Panorama untuk mendorong pertukaran informasi dan kerja sama di antara pelaku bisnis blockchain.
Menurut laporan, sejak saat itu, para Bitcoiners dan penggemar crypto berbondong-bondong datang ke wilayah tersebut karena tertarik dengan lingkungan pro-crypto yang menawarkan kesempatan untuk menggunakan BTC dalam kehidupan nyata, seperti membayar tagihan dan pajak dengan mata uang crypto.
Pada tahun 2021, pemerintah Portugal juga menyetujui keputusan yang menetapkan kondisi dasar untuk pembuatan zona bebas teknologi (ZLT) untuk mempromosikan inovasi berbasis teknologi. Hal ini termasuk tindakan yang membantu implementasi teknologi blockchain melalui eksperimen dan pengujian.
Sejak saat itu, negara ini mulai mengadopsi peraturan yang lebih ketat tentang pajak crypto, mengikuti undang-undang negara Eropa lainnya. Pada tahun 2022, pemerintah Portugal mengumumkan bahwa mereka akan mengubah undang-undang pajak lama yang membebaskan keuntungan crypto dari pajak, karena crypto dianggap bukan alat pembayaran yang sah.
Singapura
Di Asia, Singapura adalah negara terdepan dalam mengadopsi blockchain, dengan pemerintahnya yang berinvestasi besar-besaran dalam penelitian dan pengembangan blockchain.
Menurut laporan, karena adanya regulasi yang mendukung, Singapura telah menjadi pusat penawaran koin perdana (ICO), dengan banyak bisnis blockchain yang memilih untuk bergabung di sana.
Badan pengatur keuangan negara Singapura, Monetary Authority of Singapore (MAS) atau Otoritas Moneter Singapura, telah memimpin pengembangan struktur tata kelola, standar teknis, dan infrastruktur untuk mendorong adopsi blockchain dan mata uang crypto di negara ini. Adapun peran utama MAS adalah memantau dan memitigasi risiko industri crypto tanpa menghalangi inovasi teknologi.
Pada tahun 2021, sebuah survei yang dilakukan oleh bursa crypto Independent Reserve, mengungkapkan bahwa 43% warga Singapura memiliki crypto. Dan pada tahun 2022, perusahaan yang sama melakukan sebuah survei baru yang menyoroti bahwa minat, kepercayaan, dan keyakinan penduduk terhadap masa depan mata uang crypto dan blockchain sangat tinggi. Dengan hasil 58% penduduk yang menganggap Bitcoin sebagai aset investasi dan penyimpan nilai.
Baca juga: Survei KPMG: Hongkong dan Singapura Tertarik Untuk Berinvestasi di Crypto
Malta
Pindah ke daerah Eropa, negara Malta diketahui telah mulai mempromosikan adopsi blockchain sejak tahun 2017. Pada saat itu, Malta juga mendapatkan reputasi sebagai “pulau blockchain” setelah menyusun beberapa peraturan industri terkait untuk mempercepat pertumbuhan teknologi blockchain.
Pada tahun 2018, parlemen Malta mengesahkan tiga undang-undang yang menyediakan kerangka kerja regulasi untuk blockchain dan mata uang digital untuk mengatur ICO, aset digital, mata uang digital, dan layanan terkait.
Mengenai perpajakan aset crypto, Malta menetapkan bahwa uang elektronik dan token utilitas tidak terdaftar sebagai aset modal dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, sehingga tidak termasuk dalam pajak capital gain. Sebaliknya, menurut laporan, sekuritas dan aset keuangan virtual dianggap sebagai aset modal dan dikenakan pajak di negara ini.
Pada akhir tahun 2021, pemerintah Malta memasukkan blockchain dan kecerdasan buatan (AI) dalam prospek dan kerangka kerja panduan komersial mereka untuk mempromosikan teknologi. Tujuan dari hal ini adalah untuk mendorong perusahaan asing mendirikan perusahaannya di Malta guna menguji dan menjalankan teknologi blockchain.
Uni Emirat Arab (UEA)
Pada April 2018, pemerintah UEA meluncurkan strategi blockchain Emirates 2021 untuk menjadi wilayah pintar. Strategi ini bertujuan untuk menyediakan layanan pemerintah dan bisnis swasta menggunakan teknologi blockchain agar lebih efisien, menurut laporan Cointelegraph.
Lebih lanjut, wilayah ini terkenal sebagai pusat inovasi digital dan blockchain membantu pemerintah dan bisnis menghemat waktu, uang, tenaga, serta memungkinkan penggunaan sistem yang transparan dan terdesentralisasi. Hingga saat ini, pemerintah UEA konsisten mendukung inovasi pasar Metaverse dan non-fungible token (NFT) melalui kebijakan yang ramah inovasi.
Sementara itu, Emirat lainnya yang membentuk UEA juga menyelaraskan diri dengan Dubai dan Abu Dhabi dalam mengimplementasikan inisiatif dan peraturan untuk mempromosikan bisnis blockchain dan crypto di wilayah tersebut. Pada bulan Februari 2023 lalu, emirat Ras Al Khaimah (RAK) mengumumkan penciptaan zona ekonomi bebas pertama yang sepenuhnya didedikasikan untuk aset virtual dan perusahaan digital, yang dijuluki RAK Digital Assets Oasis atau RAK DAO.
Adopsi Blockchain di Indonesia
Dilansir dari laman resmi Kominfo Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia mendukung penggunaan teknologi blockchain karena dapat memberikan transparansi dalam setiap transaksi, seperti dalam layanan transfer uang.
Pada 5 Desember 2017, salah satu anggota menteri Kominfo, Rudiantara, menyatakan bahwa teknologi blockchain dapat mempermudah kinerja KPK karena memungkinkan untuk mengetahui asal usul uang dan penerimaannya secara langsung.
Beberapa tahun setelah pernyataan tersebut, Forkast News (1/3/23), melaporkan bahwa Indonesia adalah rumah bagi sekitar 275 juta orang yang memiliki crypto. Tidak hanya itu, sebuah penelitian yang diterbitkan oleh bursa crypto Gemini juga memaparkan bahwa 41% orang Indonesia yang berusia antara 18-75 tahun dengan pendapatan lebih dari $14.000 atau Rp216 juta per tahun memiliki aset digital.
Hal ini juga didukung oleh perusahaan analisis blockchain, Chainalysis, yang menempatkan Indonesia ke dalam daftar 20 besar indeks adopsi crypto global.
Dan baru-baru ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia dikabarkan tengah bersiap-siap untuk meluncurkan crypto exchange nasional di bulan Juni 2023 mendatang. Selain itu, otoritas terkait juga diketahui sedang meninjau perusahaan mana yang memenuhi kriteria untuk menjadi bagian dari bursa nasional. Mau tau lebih lanjut? Baca selengkapnya di Indonesia Siap Luncurkan Crypto Exchange Nasional? Ini Komentar Kemendag RI.
Referensi:
- Cointelegraph. 5 countries leading the blockchain adoption. Diakses tanggal: 10 Maret 2023
- Forkast News. Indonesia’s crypto coming of age could help them become a blockchain superpower. Diakses tanggal: 10 Maret 2023
- Kominfo. Pemerintah Dukung Blockchain, Asal Bukan Bitcoin. Diakses tanggal: 10 Maret 2023